Jumat, 29 Juli 2011

Filosofi Hanacaraka Carakan Jawa






Di dalam artikel yang saya tulis sebelumnya sempat disebutkan secara sekilas mengenai sejarah terciptanya 20 huruf bahasa Jawa yang disebut Hanacaraka atau Carakan Jawa dimana Hanacaraka ini menurut sejarah diciptakan oleh Raja Sariwahana Ajisaka yang bertahta di India, beliau jugalah yang menciptkan perhitungan kalender tahun Saka sebelum munculnya Kalender Jawa ciptaan Sultan Agung Mataram. Huruf Hanacaraka ini terdiri dari 20 aksara berupa suku kata yang terbagi menjadi 4 baris. Setiap suku kata dan setiap barisnya masing-masing memiliki makna filosofis mengenai kehidupan manusia dari semenjak lahir hingga meninggal.

Berikut ini adalah makna filosofis ke dua puluh suku kata yang membentuk aksara Jawa ini :
1. Ha berarti Hidup
2. Na berarti Hampa
3. Ca berarti Cahaya atau Nur
4. Ra berarti Ruh atau Rasa
5. Ka berarti Menyatu atau Berkumpul
6. Da berarti Menjadi atau Berwujud
7. Ta berarti Titik atau Noktah
8. Sa berarti sebuah atau suatu
9. Wa berarti bentuk atau wujud
10. La berarti abadi atau langgeng
11. Pa berarti meninggal atau wafat
12. Dha
berarti berdagang atau jual beli
13. Ja berarti Jiwa atau berjiwa
14. Ya berarti sabda atau firman Tuhan
15. Nya berarti pasrah
16. Ma berarti sebab akibat
17. Ga berarti pendamping, suami istri
18. Ba berarti hamil atau mengandung
19. Tha berarti tumbuh, bersemi, berkembang
20. Nga berarti alam fana atau dunia

Sedangkan 4 baris susunan Hanacaraka Carakan Jawa ini dimana masing-masing baris berisikan 5 aksara Jawa, apabila diuraikan baris per baris maka masing-masing memiliki makna filosofis mendalam dimana secara keseluruhan menggambarkan proses kehidupan manusia dari berupa noktah sel telur kemudian berkembang menjadi bayi lalu lahir tumbuh berkembang kemudian menjadi tua dan pada akhirnya meninggal. Berikut ini uraikan ringkas makna filosofis baris per baris ke 20 aksara Jawa tersebut :

Ha Na Ca Ra Ka
Hanacaraka berarti adanya utusan manusia (Hana kong-kongan = Bahasa Jawa).
Secara filosofis diartikan sebagai adanya utusan dari Tuhan yang Maha Esa dua orang utusan, seorang pria dan wanita.


Da Ta Sa Wa La

Datasawala berarti terjadi perselisihan atau peperangan (Padha Peperangan = Bahasa Jawa).
Secara filosofis diartikan sebagai timbulnya perpecahan diantara ke dua utusan tersebut.

Pa Dha Ja Ya Nya

Padajayanya berarti mereka sama-sama saktinya (Padha Digdayane = Bahasa Jawa)
Secara filosofis diartikan bahwasanya kedua jenis manusia tersebut (pria dan wanita) dalam menjalani kehidupan sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing namun bisa saling melengkapi satu sama lainnya.

Ma Ga Ba Tha Nga

Magabathanga berarti tak ada yang menang dan tak ada yang kalah, keduanya sama-sama meninggal (Sampyuh = Bahasa Jawa)
Secara filosofis diartikan pada akhirnya kedua jenis manusia tersebut (pria dan wanita) akan meninggal dan menjadi sesuatu yang tiada berguna namun demikian usaha dan upaya yang telah dilakukan selama mereka hidup hanya memberikan kepuasan keduniawian semata.

Apabila diringkas dalam bahasa yang sederhana maka makna dari 4 baris ke 20 aksara Hanacaraka Carakan Jawa tersebut memberi petuah kepada kita bahwasanya selama kita hidup di dunia ini tak ada yang langgeng lestari. Kesuksesan duniawi pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang tak berguna setelah kita meninggal nantinya. Ibarat kata : Kekayaan dan Uang tidak akan dibawa sampai ke liang kubur kita. Makna spiritual yang hendak disampaikan adalah tak peduli kita pria atau wanita maka hendaklah bisa seimbang secara duniawi dan spiritual dalam menjalani kehidupan ini agar bisa mencapai kebahagiaan hakiki.

------------------------------------
Untuk berkonsultasi dengan Priyashiva Akasa Dwijendra/Priyashiva Akash, anda bisa menghubungi 
Telp/WA: +62 856 70 345 22 (Syarat & Ketentuan Berlaku)  

Priyashiva Akasa Dwijendra
-------------------------------
YouTube Channel :
Acara TV Priyashiva Akasa Dwijendra

----------------------------------