Selaku Konsultan Spiritual, saya sangat tidak setuju apabila RUU Santet ini benar-benar disahkan. Karena menurut pandangan saya, pasal 196 RUU Santet ini sangat bias dan berpotensi menjadi pasal karet yang bisa dipergunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk menjatuhkan pihak lain. Mekanisme dan parameter yang akan dipergunakan dalam proses penyidikan hingga pemeriksaan pun sangat sulit dilakukan karena tidak ada materi yang bisa dibuktikan secara ilmiah dan otentik. Pihak-pihak penegak hukum dari tingkat kepolisian hingga peradilan yang terlibat dalam kasus ini pun harus memiliki ilmu pengetahuan valid dalam dunia santet, demikian pun saksi ahli yang akan dihadirkan nantinya harus memiliki ilmu pengetahuan dan sekaligus memiliki ilmu santet untuk bisa membantu menelaah kasus santet yang dihadirkan dalam persidangan.
Apabila RUU Santet ini benar disahkan maka saya kawatir akan terjadi amuk massa dalam skala yang lebih luas sebagaimana yang pernah terjadi di daerah Banyuwangi dimana masyarakat secara berkelompok membunuh beberapa orang yang diduga dukun santet. Dengan adanya RUU Santet yang disahkan maka amuk massa akan lebih mudah tersulut karena tindakan tersebut seolah-olah memang telah dibenarkan secara hukum oleh negara. Menurut pandangan saya, negara Indonesia tercinta ini akan mengalami kemunduran budaya dan hukum 3 ratus tahun kebelakang. Tragedi Abad Kegelapan yang pernah terjadi di Eropa akan terjadi di Indonesia. Pada abad kegelapan banyak terjadi pembunuhan atau hukuman mati di tiang pembakaran atas dasar tuduhan penyihir yang banyak dilakukan oleh pihak berwenang dimana sebagian besar pihak tertuduh adalah korban sentimen dan tuduhan atas dasar dugaan semata.
Apabila dulu pihak berwenang bisa menggunakan tuduhan komunis untuk mengeliminasi pihak-pihak yang bertentangan dengan pemerintah seperti yang pernah terjadi di jaman orde lama maka besar kemungkinan juga pasal RUU Santet ini akan dipergunakan oleh pihak berwenang untuk mengeliminasi pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh. Pasal 196 RUU Santet ini sangat berpotensi menjadi pasal karet.
Jika proses penyelidikan santet hanya berpegang pada sakit yang diderita oleh sang korban yang kebetulan saja tidak bisa dijelaskan secara medis, hal ini pun masih sangat bias karena di dunia ini masih banyak penyakit yang diderita manusia belum bisa didiagnosis oleh dokter dan juga belum ada obatnya salah satu contohnya HIV Aids dan Ebola. Apalagi Indonesia termasuk negara yang masih berkembang dimana teknologi kedokteran belum secanggih di dunia maju seperti Amerika dan Inggris sehingga diagnosa dokter di Indonesia masih belum bisa sedetil dan seakurat dibandingkan dokter-dokter di negara-negara maju sehingga hal ini bisa memperumit proses peradilan RUU Santet di lapangan nantinya. Inti kata, pasal santet harus bisa didasarkan pada bukti-bukti otentik dari berbagai aspek yang bisa dibuktikan secara valid.
Beberapa negara maju seperti Amerika, Jepang dan Rusia dewasa ini mereka berlomba-lomba melakukan eksplorasi planet Mars dengan tujuan untuk bisa menempatkan koloni manusia sebagai wahana dunia baru namun sedihnya Indonesia malah berkutat pada hal-hal mistis yang menggelikan. Ilmu santet termasuk ke dalam ranah budaya dan spiritual. Biarlah dunia mistis dan spiritual berdiri sendiri dan berkembang bersama budaya lokal.
Akan lebih bijaksana apabila dana milyaran yang dikeluarkan untuk studi banding RUU Santet ini dipergunakan untuk studi banding kemajuan pendidikan anak bangsa serta teknologi terkini sehingga manfaatnya lebih nyata bagi generasi penerus bangsa.
------------------------------------
Untuk berkonsultasi dengan Priyashiva Akasa Dwijendra/Priyashiva Akash, anda bisa menghubungi
Telp/WA: +62 856 70 345 22 (Syarat & Ketentuan Berlaku)
-----------------------------------------------------------------
YouTube Channel :
Acara TV Priyashiva Akasa Dwijendra