Dari hari ke hari, wabah tarot kian merebak. Buku dan segala pernak-pernik tarot laris manis. Belakangan, sejumlah kursus yang mengajarkan tarot juga kian menjamur.
Satu rak buku di toko buku Kinokuniya, Plaza Senayan, Jakarta, itu nyaris tak pernah penuh lantaran isinya terjual dengan cepat begitu stok baru ditempatkan. Padahal buku pada rak itu ditulis oleh pengarang tak kondang, bahkan penerbitnya pun kurang dikenal publik.
Inilah rak buku tarot, yang menjadi salah satu
section penjualan tertinggi di toko buku impor tersebut. Bahkan penjualan buku dan pernak-pernik tarot, yang dihargai mulai Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta, itu terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sejak toko itu dibuka 10 tahun silam, tarot dan pernak-perniknya memang menjadi primadona. Saban kali Kinokuniya akan mengisi ulang barangnya, terutama genre Paranormal & Occult, tarot sudah menjadi daftar belanja wajib. "Tarot itu andalan
section ini, jadi pemesanan buku dan kartu tarot terus ditingkatkan," kata Customer Service Manager Kinokuniya Indonesia Amanda Aayusya.
Dari catatan Amanda, pembeli pernak-pernik tarot, yang rata-rata berusia 25-45 tahun, tak hanya datang dari Ibu Kota, tapi banyak juga yang memesan dari Medan, Surabaya, dan Bali. Menurut dia, pelanggan biasanya membeli buku panduan bermain tarot dan kartunya.
Jika melihat kartu yang memuncaki daftar terlarisnya, Rider-Waite Tarot Deck, Amanda berkesimpulan bahwa mayoritas dari mereka masih pemula. Di kalangan para pembaca tarot, kartu itu dikenal dengan gambar-gambar yang sederhana dan mudah diinterpretasikan.
Tren lain boleh hilang dan berganti, tapi ramalan kartu tarot terus bertahan. Adanya toko yang menjual perlengkapan tarot plus kian meluasnya jaringan Internet ikut mendorong pertumbuhan peminatnya, baik yang menjadi pembaca tarot maupun yang menjadi kliennya.
Salah satunya Ika. Perempuan berusia 30 tahun asal Yogyakarta itu sekitar setahun lalu mulai belajar kepada seorang pembaca tarot profesional di Singapura. "Saya merasa punya bakat dan, setelah bermeditasi, saya memutuskan belajar," katanya.
Setelah kembali ke Indonesia, Ika meneruskan belajar kepada seorang ahli tarot di Yogyakarta yang ia rahasiakan namanya. Ika, yang juga berbisnis kuliner, diajari oleh dua gurunya itu menajamkan nalar dalam membaca arti gambar pada kartu.
Setelah lebih dari setahun belajar, Ika merasa kepekaan indra keenamnya kini bisa tersalurkan untuk membantu orang. Kian hari semakin banyak yang menemuinya agar dilihat hubungan percintaan hingga rencana pengembangan bisnisnya.
Kini Ika juga kerap berkumpul dengan sesama praktisi tarot di Yogyakarta, yang tergabung dalam sebuah komunitas. Dari kumpul-kumpul itu, ia melihat jumlah pembaca tarot di Kota Gudeg kian hari kian besar. Ada yang belajar karena penasaran dan sekadar bersenang-senang demi pergaulan. "Banyak pula yang menjadikan tarot sebagai bagian dari hidup seperti saya," Ika menerangkan.
Menurut Ika, salah satu pemicunya adalah mudahnya membeli kartu. "Sekarang, kalau mau beli, tinggal ke toko buku," ujarnya. "Kalau dulu susahnya bukan main."
Tingginya minat itu ditangkap oleh para pembaca tarot profesional untuk membuka kursus dan pelatihan membaca tarot. Misalnya Ani Sekarningsih, yang memegang gelar Certified Tarot Grand Master dari American Tarot Association. Dia membuka pelatihan tarot wayang yang dibuatnya.
Ia melatih murid-muridnya di Padepokan Tarot Indonesia di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Menurut seorang anggota staf di padepokan tersebut, untuk belajar tarot secara privat kepada Ani, seorang murid harus merogoh kocek sekitar Rp 3 juta.
Adapun pembaca tarot Priyashiva Akasa mengadakan kursus tarot jarak jauh lewat Internet. Sejak Mei 2008, ia membuka tiga level kursus, dari tingkat dasar sampai level mahir.
Shiva--begitu sapaannya--menyusun kurikulum tingkat dasar sebanyak 12 sesi. Saban pekannya ia akan mengirimkan bahan lewat surat elektronik, dari pengenalan tarot, mitos mistis yang salah tentang tarot, sistem kartu tarot dan cara membacanya, hingga studi kasus menjelang akhir kursus. "Saya menjamin, setelah kursus ini, murid saya pasti bisa memakai tarot," katanya.
Menurut Shiva, semua orang bisa menjadi muridnya asalkan minimal berusia 17 tahun dan memiliki kartu tarot. Pria yang mengganti nama atas saran guru spiritualnya ini juga menyeleksi muridnya berdasarkan tanggal lahir.
Sejak menjadi pembaca tarot profesional enam tahun lalu, Shiva melihat minat masyarakat belajar tarot cukup tinggi. Tapi tak banyak ahli tarot yang mau berbagi ilmu. Sedangkan untuk belajar sendiri juga cukup sulit karena dulu mencari informasi dan buku soal tarot tidaklah mudah.
Peramal tarot yang rutin menjadi narasumber acara di radio
Pop FM Depok, Jawa Barat, itu sengaja membuka kursus dengan harga yang relatif terjangkau agar tarot lebih memasyarakat. Shiva menolak menyebut berapa tarif kursusnya, tapi dari situs Indotarot, ia memasang harga kursus sebesar Rp 900 ribu untuk tingkat dasar.
Sejauh ini kursus
online tersebut diikuti sekitar 25 orang dengan murid dari Indonesia dan beberapa dari mancanegara. Di luar kursus, Shiva juga membolehkan muridnya berkonsultasi soal tarot di milis yang terus ia pantau lewat BlackBerry, yang selalu dibawanya.
Salah satu murid di Indotarot adalah Senia. Perempuan berusia 24 tahun ini memutuskan belajar tarot lebih serius demi meningkatkan kemampuannya membaca kartu. "Saya belajar supaya bisa membaca tarot untuk diri sendiri, yang selama ini tak pernah bisa," ujarnya beralasan.
Senia, yang tinggal di Batam, tertarik belajar ilmu tarot sejak lama. Tapi ia kesulitan mencari tempat berguru dan membeli kartu. Senia, yang kini memiliki 18 set kartu tarot, bercerita, dulu ia harus membeli kartu dengan harga mahal di Singapura. Sekarang ia sudah bisa memesan dari Jakarta.
Menurut Senia, sejak mengikuti kursus, ia jadi lebih mantap, baik dalam membaca tarot untuk orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Ia juga bisa lebih tenang saat melihat hal-hal yang mungkin terjadi padanya di masa depan.
Kini, setelah kemampuannya meningkat, Senia semakin kebanjiran permintaan para kenalannya yang minta diramal. Meski begitu, ia merasa belum puas dan berencana melanjutkan kursus di tingkat yang lebih mahir.
Keinginan Senia mendalami tarot memang cukup menarik. Sejauh ini memang belum banyak pembaca tarot profesional. Hal itu dibenarkan Shiva. Menurut dia, hingga kini ia belum menemukan murid yang belajar untuk menjadi pembaca tarot profesional seperti dirinya.
Meski begitu, Shiva tetap optimistis karena hasil bisnis membaca peruntungan ini lumayan bagus. Ia sendiri, misalnya, mematok tarif sekitar Rp 200 untuk satu orang kliennya. Menurut Shiva, tarif untuk pembaca tarot kondang dan langganan muncul di media massa bisa mencapai jutaan rupiah per satu sesi konsultasi.
Hanya, tutur Shiva, para pencinta tarot di Indonesia masih agak sulit berkembang. Soalnya, masyarakat kita masih mengaitkannya dengan dunia mistis. Shiva menyatakan kesalahpahaman itu disebabkan oleh para ahli tarot yang gemar memistiskan diri dan kartunya.
Shiva mencontohkan ada ahli tarot yang selalu membungkus kartunya dengan kain hitam, diberi bunga dan diletakkan di ruangan khusus, serta wajib dibawa saat bepergian. "Padahal tidak ada sama sekali aturan dalam tarot yang mengharuskan ritual-ritual seperti itu," ujarnya. "Itu ritual yang dibuat sendiri oleh orang per orang."
Anggapan mistis itu kerap mengundang reaksi sekelompok orang yang mengatasnamakan agama, yang menyerang para pembaca tarot karena dianggap pengikut semacam aliran sesat. Shiva pernah punya pengalaman pahit, yakni di-
geruduk beberapa orang, yang memaksa dia membakar kartu-kartu tarotnya.
Toh, Shiva tak menyerah. Ia malah bertekad terus mengajari orang memahami tarot dan membangun asosiasi para pembaca tarot seperti di mancanegara. "Tarot itu bukan aliran sesat," katanya. "Lagi pula saya memakai tarot untuk menolong orang lain memecahkan masalahnya."
OKTAMANDJAYA WIGUNA
Sumber : http://www.korantempo.com
-----------------------------------Untuk berkonsultasi dengan Priyashiva Akasa Dwijendra/Priyashiva Akash, anda bisa menghubungi Telp/WA: +62 856 70 345 22 (Syarat & Ketentuan Berlaku) Priyashiva Akasa Dwijendra -------------------------------
YouTube Channel :
Acara TV Priyashiva Akasa Dwijendra
-----------------------------------------------------------------