Jumat, 13 Desember 2013

Jalan kedamaian di hari tua





Sekitar awal tahun 2013 yang lalu saya pernah dihubungi oleh seorang bapak yang nampaknya berasal dari daerah Jawa Tengah. Beliau baru saja menikmati hari-hari pensiun sekitar beberapa tahun lamanya. Sebut saja nama beliau, Pak Dhe. Pak Dhe ini usianya menjelang kepala 6 namun beliau masih antusias ingin mempelajari hal-hal yang berbau spiritual termasuk salah satunya adalah belajar ramalan tarot. Pak Dhe bertanya apakah saya masih menerima murid dan membuka kursus ramalan tarot? Dengan berat hati, saya katakan bahwa saya sudah tidak lagi menerima murid dan sudah tidak lagi membuka kursus ramalan tarot sejak akhir 2009 yang lalu. Dikarenakan domisili beliau berada di sekitar Jawa Tengah dan lebih dekat ke daerah Yogyakarta dibandingkan dengan domisili saya yang berada di Jakarta maka dari itu, saya memberikan rekomendasi kepada Pak Dhe agar beliau menghubungi rekan saya di Yogyakarta yang hingga kini masih giat dan rajin memberikan pembelajaran dan pelatihan ramalan tarot.

Lama berselang saya tidak lagi mendengar kabar dari Pak Dhe hingga suatu saat ketika saya berkunjung ke Yogyakarta dan bertemu dengan rekan saya, saya menanyakan perihal Pak Dhe. Rekan saya mengatakan bahwa memang benar Pak Dhe pernah datang berkunjung dan kemudian mengambil kelas pelatihan ramalan tarot kepada rekan saya tersebut namun sayangnya beliau hanya datang sekali dua kali kemudian Pak Dhe menghilang. Kabarnya Pak Dhe sudah pindah ke Bali dan langsung membuka praktek konsultasi ramalan tarot di sana. Rasa heran saya terjawab ketika rekan saya tersebut memberi penjelasan bahwasanya metode pembelajaran ramalan tarot yang diberikan oleh rekan-rekan kami di Yogyakarta tidak cocok dan tidak sesuai dengan harapan dan keinginan Pak Dhe. Pendekatan metode pembelajaran ramalan tarot kami di Yogyakarta banyak menggunakan teknik analisa kejiwaan, menerjemahkan simbol-simbol dan memahami pola intuisi personal manusia. Sedangkan keinginan dan harapan Pak Dhe adalah memperoleh ilmu kesaktian dan ilmu kanuragan, dalam arti kata lain Pak Dhe ini mencari kesaktian ilmu gaib. Beliau menginginkan suatu pendekatan ke arah ilmu gaib.

Sebenarnya harapan dan keinginan Pak Dhe untuk memperoleh ilmu kesaktian melalui pembelajaran ramalan tarot sah-sah saja. Namun sangatlah disayangkan apabila mengingat usia beliau yang sudah berusia mendekati 60 tahun, beliau masih saja mengejar ambisi duniawi. Alangkah bijaksananya apabila Pak Dhe ini menggunakan sisa-sisa akhir hidupnya untuk mencari jalan kebijaksanaan dan kedamaian serta mencari arti hidup hakiki alih-alih mencari kesaktian dan popularitas. Saya bisa memahami apabila beliau masih berusaha mencari ilmu kesaktian, bisa jadi salah satu penyebabnya adalah akibat Post Power Syndrom dimana sindrom ini banyak menimpa para pensiunan pejabat di hari tuanya. Post Power Syndrom merupakan suatu gejala sulitnya menerima kenyataan hidup bahwa mereka akan kehilangan kekuasaan dan pengaruh sehingga orang yang menderita sindrom ini berusaha hidup di masa lalu. Mereka akan berusaha mencari suatu kekuatan atau kekuasaan baru sebagai bentuk kekawatiran akan kehilangan eksistensi kekuasaan mereka. Demikian dengan Pak Dhe ini, beliau menginginkan suatu kesaktian sebagai upaya untuk mempertahankan status dan eksistensi dirinya.

Sejatinya, ramalan tarot itu diciptakan pada awalnya berfungsi sebagai suatu medium untuk intropeksi diri dan sebagai cerminan untuk mencari jati diri. Sejumlah 78 kartu tarot merupakan suatu gambaran perjalanan dan siklus hidup manusia dari sisi pandang siklus spiritual dari lahir hingga meninggal hingga reinkarnasi atau tumibal balik di kehidupan selanjutnya. Namun dengan berjalannya waktu dan perubahan jaman, fungsi sejati ramalan tarot banyak terjadi penyelewengan sehingga bagi orang-orang awam ilmu ramalan tarot dianggap sebagai suatu ilmu sakti kanuragan.

Pepatah bijak kejawen mengatakan bahwa hidup itu bagaikan hanya numpang minum (Urip Mung Mampir Ngombe). Perjalanan siklus hidup manusia berjalan sangat cepat bagaikan mimpi, satu hari menjadi satu minggu, satu minggu menjadi satu bulan dan satu bulan menjadi satu tahun. Siklus waktu berjalan sangat cepat. Ada baiknya waktu-waktu yang tersisa kita pergunakan untuk menempa diri menjadi lebih bijaksana dan merubah diri menjadi manusia yang semakin lebih baik. Baik bertutur dan bersikap secara vertikal yakni kepada Tuhan dan baik juga secara horisontal yakni dengan sesama manusia.

------------------------------------
Untuk berkonsultasi dengan Priyashiva Akasa Dwijendra/Priyashiva Akash, anda bisa menghubungi 
Telp/WA: +62 856 70 345 22 (Syarat & Ketentuan Berlaku)  

Priyashiva Akasa Dwijendra
-------------------------------
YouTube Channel :
Acara TV Priyashiva Akasa Dwijendra

----------------------------------